Hadhratusy-Syekh KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan pesan Rasulullah kepada orang alim yang berbunyi:
إِذَا ظَهَرَتْ الْفِتَنُ أَوْ الْبِدَعُ وَسُبَّ أَصْحَابِي، فَلْيَظْهَرْ الْعَالِمُ عِلْمَهُ، فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Jika fitnah dan bidah bermunculan, dan sahabat-sahabatku dicaci-maki, maka hendaklah orang yang tahu tampil ke muka dengan pengetahuannya. Barang siapa tidak melakukan hal itu, maka akan tertimpa kutukan Allah, para malaikat dan semua manusia.”
Sabda tersebut dengan jelas menyuruh orang alim untuk tidak tinggal diam saat muncul bidah dan fitnah. Jika ada orang yang jelas-jelas mencaci para sahabat Rasulullah, maka di sana, orang alim hadir untuk meluruskannya. Idealnya seperti itu.
Sayangnya, realita yang saya temui tiap Ramadan, malah sebaliknya. Gak ada apa-apa, malah bidah dan fitnah itu dimunculkan, lalu dilawan sendiri.
Semisal, ada habib berdakwah. Dakwahnya tidak aneh-aneh. Tidak ada unsur syiah. Malah diklaim syiah. Diserang sendiri oleh orang yang mengklaim.
Memang paling “seksi” menuduh orang lain sebagai syiah. Karena dalam syiah ada konsep taqiyah. Sehingga saat ia dimintai bukti, bisa dengan enteng menjawab, “dia syiah, hanya saja dia bertaqiyah”.
Ini tentu sudah melenceng dari pesan Rasulullah di atas. Kita harus bersikap, jika memang ada orang jelas-jelas mencaci sahabat Rasulullah. Jika tidak, ya, sudah, gak perlu mengorek-ngorek kesalahannya. Soal bertaqiyah atau tidak, bukan urusan kita.
نَحْنُ نَحْكُمُ بِالظَّوَاهِرِ وَاللهُ يَتَوَلَّى السَّرَائِرَ
“Kami hanya menetapkan hukum berdasar yang lahir dan Allah yang menangani yang batin”.
Akhiran, mari maksimalkan bulan Ramadan dengan kegiatan-kegiatan positif, bukan malah asyik dengan tuduh-menuduh syiah. Sekian!
