Manusia merupakan makhluk sosial. Ia membutuhkan orang lain, kapan pun dan di mana pun. Terlepas dari: apakah ia menyukai orang lain atau enggak.
Membutuhkan bukan berarti menyukai. Banyak situasi di mana kita membutuhkan sesuatu, padahal kita tidak menyukai sesuatu tersebut. Termasuk bersosial. Tidak semua orang suka bersosial. Namun, semua orang membutuhkan seni bersosial.
Ragam interaksi kita sangat banyak, mulai dari keluarga, guru-murid, pasangan, sahabat atau teman, bos, hingga tetangga. Semuanya memiliki cara bersosial yang berbeda-beda, dan keistimewaannya tersendiri.
Terus terang, hal yang patut di dahulukan dalam sekian model interaksi itu adalah keluarga dan guru. Itu tetap nomor satu. Bukan berarti selain keduanya dicampakkan begitu saja, bahkan ada sisi di mana hal tersebut ada di sahabat dan teman, tetapi tidak ada pada yang lain, bahkan guru dan keluarga.
Saya tidak mengatakan bahwa posisi teman menggeser keduanya. Tidak sama-sekali. Teman tetap ada di urutan kesekian, setelah guru dan keluarga. Namun, ikatan persahabatan tetap memiliki keunggulan yang tidak ada pada yang lain.
Salah satu contoh mencolok adalah faktanya, dari sekian interaksi itu menuntut kita untuk selalu perfect dan tidak berlebihan jika saya katakan semua itu tidak menerima kita apa adanya. Berbeda dengan teman atau sahabat yang sama-sekali tidak menuntut kita untuk senantiasa perfect.
Di hadapan sahabat kita cenderung untuk menampilkan diri ini apa adanya. Toh, sahabat tidak menuntut kita untuk sempurna. Namun, diri kita yang apa adanya ditampilkan di hadapan guru, keluarga, murid, tetangga, hingga masyarakat secara umum. Karena mereka semua tidak siap akan hal itu.
Terkecuali jika kamu menjalin hubungan dengan keluarga atau guru, layaknya kamu kepada sahabat. Tentu itu hubungan yang kurang sehat dan tidak proporsional. Karena itulah, sahabat tetap segalanya dan tidak bisa tergantikan.
Saya pernah mencoba hidup beberapa bulan di mana saya tidak berintraksi langsung dengan sahabat karib saya. Emang ada? Bukankah di sekeliling Anda penuh dengan orang yang senantiasa bersama Anda? Saya maksudkan di sini bukan berarti selain hubungan sahabat adalah musuh. Dunia tentu tidak sehitam-putih itu. Saya tentu tidak akan menyamakan antara interaksi antar sahabat, dengan interaksi antar guru dan murid, serta interaksi dalam keluarga. Semuanya memiliki etikanya masing-masing.
Saat saya hidup pada fase di mana saya kering akan interaksi bersama sahabat, malah tingkat stres pun meningkat. Hidup berasa seperti dalam ketertekanan. Hal yang bisa menyembuhkan hal itu simple: yakni berintraksi bersama sahabat. Itu saja. Di mana sahabat tidak akan menuntut diri kita menjadi seseorang yang perfect.
Selamanya, kita bukanlah makhluk yang sempurna. Kita butuh untuk menampilkan diri kita apa adanya. Namun, sosok yang bisa untuk menerima tampilan itu hanyalah sahabat.
