Indeks

Not Up To Us

not sorry words
Photo by Cup of Couple on <a href="https://www.pexels.com/photo/not-sorry-words-6633056/" rel="nofollow">Pexels.com</a>

Saya akan kembali menulis di Catatan Miromly. Seperti biasa, tulisan di website ini adalah tulisan yang egois, tanpa menimbangkan SEO dan hal ihwal selain saya.

Ringkasnya, pada tulisan ini saya akan membagi sesuatu cara agar tidak iri-dengki, meski hal itu sulit sekali bagi saya untuk menerapkannya. Sehingga meski alasannya sudah sangat rasional, saya sadar, ternyata manusia adalah makhluk emosi, yang kerap kali kadar rasionalitasnya termakan oleh emosi.

Catatan kali ini adalah alasan logis mengapa sejatinya manusia tidak perlu iri-dengki kepada orang lain. Soal bagaimana kita cara melawan emosi, kita bahas pada lain sesi aja.

Untuk menemukan titik-temu alasan logis ialah: membagi segala hal menjadi dua. 1) Up To Us dan 2) Not Up To Us. Atau kalau dalam bahasa ilmu kalamnya adalah 1) ikhtiyari dan 2) idhthirari.

Sesuatu yang ada dalam “kendali” kita ialah segala sesuatu dalam internal kita. Semisal, kita belajar, berakhlak, makan-minum, hingga berolahraga. Itu semua adalah up to us. Berbeda dengan sesuatu yang not up to us. Hal itu di luar kendali kita, semisal: paras kita, keadaan kita atau tetangga dan segala hal ihwal yang di luar diri kita.

Sejatinya, manusia hanya tertuntut sesuatu yang ada dalam kendalinya, tidak lebih. Oh, berarti kita tidak perlu amar makruf nahi mungkar, dong? Ya harus, lah. Kita mengingatkan orang lain adalah sesuatu yang berada dalam kendali kita. Sedangkan orang lain tersadarkan atau tidak, itu di luar kendali kita.

Jadi, kita tetap tertuntut untuk menyadarkan. Karena itu masih dalam ranah up to us. Namun, urusan dia sadar atau tidak, itu sudah not up to us.

Itu hanya contoh sederhana. Mari kita akan pergi ke contoh yang akan kita bahas saat ini: iri-dengki. Muara dari iri dengki adalah memikirkan sesuatu yang not up to us. Iya, betul, jika kita tidak kepikiran dengan sesuatu yang not up to us, saya jamin kita tidak akan pernah iri dan dengki.

Saya kasih contoh sekali lagi, mengapa ada bayangan, “kenapa saya tidak seperti dia, ya?” Bayangan semacam itu hanya muncul jika melihat keadaan orang lain, dan kita menginginkannya. Padahal kita tahu bahwa keadaan kita dan keadaan dia merupakan sesuatu yang not up to us.

Hal semacam itu diperparah dengan adanya media sosial, yang mana media sosial menjadi gudang dari flexing kehidupan masing-masing. Sehingga kita menemukan banyak kehidupan orang lain di sana.

Kita tahu sendiri, media sosial pemakainya adalah kawala muda, yang belum banyak mencicipi garam kehidupan. Sehingga, ia dengan mudahnya iri dan dengki.

Lalu, bagaimana solusinya? Kita tidak bisa menghentikan orang lain atau menasehati orang lain agar tidak flexing di media sosial, karena itu sesuatu yang not up to us. Namun, kita bisa untuk menghentikan atau mengurangi waktu kita dalam bermedia sosial, karena itu masih dalam ranah up to us. Semoga ini menjadi renungan yang bermanfaat.

Exit mobile version